Sengketa Daerah
Perbatasan Indonesia dan Malaysia
Indonesia
sebagai bangsa yang besar dan mempunyai wilayah yang luas baik daratan maupun
lautan memiliki tantangan tersendiri untuk menjaga keutuhan dan persatuan serta
kesatuan wilayahnya , apalagi posisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan
memiliki karakteristik perbatasan yang rawan sengketa mengenai daerah
perbatasan dengan negara tetangga yang dapat mengancam keutuhan bangsa dan
negara indonesia. Salah satu persoalan yang dihadapi akhir-akhir ini yaitu
sengketa daerah perbatasan antar dua negara serumpun, Indonesia dan Malaysia . Indonesia,
sebagai negara ASEAN yang memiliki wilayah paling luas tidak
berambisi teritorial untuk mencaplok wilayah negara lain. Hal tersebut
sangat berbeda dengan negara tetangga Malaysia yang tidak pernah berhenti untuk
memperluas wilayahnya dengan mengakui sisi pulau-pulau dalam sengketa dan
memindah-mindahkan patok perbatasan darat seperti yang dilakukan oleh Malaysia
terhadap Indonesia di mana titik-titik perbatasan darat Indonesia – Malaysia di
Pulau Kalimantan selalu digeser oleh Malaysia.
Akibat
dari aktivitas ilegal Malaysia itu wilayah Indonesia semakin sempit sementara
wilayah Malaysia semakin luas. Perkembangan terakhir dalam konsep strategi
maritim Malaysia (dengan membangun setidaknya tiga pangkalan laut besar di
Teluk Sepanggar, Sandakan dan Tawau) menunjukkan bahwa mereka semakin serius
“mengarah ke timur” alias ke perairan antara Kalimantan dan Sulawesi. Sengketa
lokasi perbatasan antara Indonesia dan Malaysia sudah berlangsung lama,di
Kalimantan saja setidaknya terdapat sepuluh lokasi perbatasan seluas 4.800
hektar yang diklaim secara sepihak oleh Malaysia.
Di
Kalimantan, sebagian lokasi perbatasan yang masih menjadi sengketa terdapat di
Kalimantan Barat, seperti di Tanjung Datu, Gunung Raya, Sungai Buah, dan Batu
Aum. Sebagian lainnya terdapat di Kalimantan Timur, seperti Sungai Simantipal.
Sungai Sinapad, dan Pulau Sebatik. Permasalahan Perbatasan di Kalimantan Timur Selama
beberapa puluh tahun ke belakang masalah perbatasan memang masih belum mendapat
perhatian yang cukup serius dari pemerintah. Hal ini tercermin dari kebijakan
pembangunan yang kurang memperhatikan kawasan perbatasan dan lebih mengarah
kepada wilayah-wilayah yang padat penduduk, aksesnya mudah, dan potensial,
sedangkan kebijakan pembangunan bagi daerah-daerah terpencil, terisolir dan
tertinggal seperti kawasan perbatasan masih belum diprioritaskan. Dengan adanya
usaha dan kebijakan pemerintah dalam percepatan pembangunan perbatasan maka
pembangunan daerah perbatasan selama ini merupakan salah satu kawasan yang
perlu mendapatkan perhatian dan penanganan secara khusus dalam berbagai bidang
pembangunan di Indonesia khususnya daerah perbatasan yang berada di Kalimantan
timur. Wilayah perbatasan Kalimantan Timur memiliki arti yang sangat penting
baik secara ekonomi, geo-politik, dan pertahanan keamanan karena berbatasan
langsung dengan wilayah negara tetangga (Sabah) Malaysia yang memiliki tingkat
perekonomian relatif lebih baik. Potensi sumber daya alam yang dimiliki di
wilayah ini cukup melimpah, namun hingga saat ini relatif belum dimanfaatkan
secara optimal. Di sisi lain, terdapat berbagai persoalan yang mendesak untuk
ditangani karena besarnya dampak dan kerugian yang dapat ditimbulkan. Ketertinggalan
secara ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat perbatasan Kalimantan Timur juga
dipicu oleh minimnya infrastruktur dan aksesibilitas yang tidak memadai,
seperti jaringan jalan dan angkutan perhubungan darat maupun sungai masih
sangat terbatas, prasarana dan sarana komunikasi seperti pemancar atau
transmisi radio dan televisi serta sarana telepon relatif minim, ketersediaan
sarana dasar sosial dan ekonomi seperti pusat kesehatan masyarakat, sekolah,
dan pasar juga sangat terbatas. Kondisi keterbatasan tersebut akan semakin
nyata dirasakan oleh masyarakat perbatasan ketika mereka membandingkan dengan
kondisi pembangunan di negara tetangga Malaysia.
Kalimantan
Timur merupakan salah satu kawasan yang berbatasan langsung dengan negara
tetangga Malaysia. Dimana dari 14 Kabupaten/Kota yang berada di Kalimantan
Timur terdapat tiga kabupaten yang berbatasan langsung dengan negara tetangga
Malaysia yaitu: Kabupaten Nunukan dengan 6 Kecamatan (Kecamatan Krayan,
Kecamatan Krayan Selatan, Kecamatan Lumbis, Kecamatan Sebuku, Kecamatan Nunukan
dan Kecamatan Sebatik), Kabupaten Kutai Barat dengan 2 Kecamatan (Kecamatan
Long Apari dan Kecamatan Long Pahangai) sedangkan untuk Kabupaten Malinau
dengan 5 Kecamatan yaitu kecamatan Kayan Hulu, Kecamatan Kayan hilir, Kecamatan
kayan Selatan, Kecamatan Pujungan dan Kecamatan Bahau Ulu. Disparitas
pembangunan khususnya di daerah perbatasan dan non-perbatasan yang masih
terjadi memang merupakan akumulasi dari berbagai masalah yang sangat kompleks
antara lain meliputi:
- Model paradigma
pembangunan di masa pemerintahan Orde Baru yang memang sangat kurang
memperhatikan pembangunan daerah, khususnya pembangunan daerah-daerah
perbatasan.
- Letak geografis
yang tidak menguntungkan dan jauh dari pemukiman perkotaan.
- Kurangnya sarana
dan prasarana trasnportasi serta komunikasi sehinggga mengakibatkan kecamatan
tersebut terisolir, terpencil, dan terbelakang dari orbit kegiatan sosial dan
ekonomi.
- Lemahnya SDM yang
diakibatkan karena minimnya pendidikan yang diperoleh masyarakat serta
kurangnya transportasi dan komunikasi.
- Karena sulitnya
transportasi mengakibatkan kebutuhan pokok masyarakat harganya menjadi mahal,
di lain pihak hasil-hasil produksi masyarakat di bidang pertanian tidak dapat
dipasarkan ke kota.
Kondisi
daerah perbatasan seperti yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa letak
geografis daerah perbatasan sangatlah tidak menguntungkan. Hal ini
mengakibatkan kehidupan masyarakat setempat serta pembangunan wilayah
perbatasan masih sangat terbatas dan relatif tertinggal jauh apabila
dibandingkan dengan daerah-daerah yang terletak dekat dengan pusat
pemerintahan. Hal ini mengisyaratkan bahwa diperlukannya peningkatan keserasian
pembangunan daerah perbatasan dengan daerah lain. Ketahanan nasional di daerah
perbatasan memiliki peran penting dan juga rentan terhadap masuknya berbagai
pengaruh negatif baik dari segi politik, sosial, ekonomi, budaya, dan ideologi
serta menjadi “tameng” bagi pertahanan dan keamanan negara. Upaya pembangunan
yang saat ini sedang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten yang berbatasan
langsung dengan negara tetangga Malaysia, menghadapi problematika pembangunan
yang cukup berat dan kompleks, seperti:
a. Kesenjangan
dalam perkembangan sosial ekonomi yang mencolok antar wilayah desa, antar desa
dan kota, dan antar sektor ekonomi.
b. Kurangnya
peranan dan keterkaitan sektor modern terhadap sektor tradisional.
c. Terbatasnya
sumber daya manusia baik secara kualitas maupun kuantitas.
d. Masih rendahnya
tingkat aksesibilitas wilayah dan kurangnya kemudahan terhadap fasilitas
berusaha sehingga menjadi kendala untuk menarik investasi.
e. Terbatasnya
infrastruktur berupa sarana dan prasarana transportasi.
f. Keadaan
topografi yang berat, sebagian besar bergunung-gunung, sehingga sulit dijangkau
oleh program pembangunan.
Pembangunan
yang sedang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten dan Provinsi Kalimantan
Timur khususnya dalam upaya membuka keterisoliran desa-desa yang berada di
perbatasan, merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
masyarakat oleh karena itu maka pembangunan sarana transportasi merupakan
prioritas utama yang diarahkan pada peningkatan peranannya sebagai urat nadi kehidupan
ekonomi, sosial budaya, politik, dan pertahanan keamanan serta memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa dengan meningkatkan sarana dan prasarana
transportasi agar tercipta keterpaduan bangsa antar sektor dan wilayah guna
memantapkan sistem transportasi nasional terpadu, tertib, lancar, aman, nyaman,
cepat, terjangkau oleh masyarakat serta efektif, efisien dalam mendukung pola
produksi dan distribusi nasional, pengembangan wilayah khususnya Kawasan Timur
Indonesia serta sektor-sektor perekonomian lainnya dengan memanfaatkan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta dengan mendorong peran aktif masyarakat.
Dengan
melihat kenyataan ini maka pembangunan transportasi pada daerah perbatasan
perlu mendapatkan perhatian dan menjadi prioritas utama dari pemerintah
khususnya untuk memecahkan permasalahan “keterbelakangan, ketertinggalan, dan
keterisoliran” agar dapat menunjang distribusi hasil produksi daerah perbatasan
ke daerah lainnya.
Permasalahan besar
yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan khususnya di tiga Kabupaten yang
ada di kalimantan Timur dan terletak di perbatasan tersebut, antara lain
disebabkan oleh letak geografis yang sebagian besar dimiliki oleh kabupaten
sebagai daerah perbatasan sangat terpencil sehingga pembangunan sarana dan prasarana
transportasi yang dapat dilakukan masih sangat minim. Dimana hampir seluruh
kawasan kecamatan/desa yang ada di perbatasan hanya dapat dijangkau dengan
menggunakan pesawat udara. Hal ini disadari bahwa dalam proses pembangunan,
dalam konteks pencapaian keberhasilan, merupakan suatu tujuan yang
terus-menerus diupayakan mengingat hakekat pembangunan adalah melakukan
perubahan dari kondisi yang kurang baik menuju kepada kondisi yang lebih baik
lagi.
Sengketa
Daerah Perbatasan Indonesia dan Malaysia (Camar Bulan dan Tanjung Datu)
Dua wilayah
Indonesia, yakni Camar Bulan seluas 1.449 ha dan Tanjung Datu seluas 8.000 m3
di Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), diberitakan diklaim Malaysia sebagai
wilayah negeri itu.
Wilayah Tanjung
Datu, salah satu wilayah yang masih bersengketa tapal batas dengan
Indonesia-Malaysia rupanya tempat pariwisata yang menarik. Menteri Pelancongan
dan Warisan Negeri, Datuk Seri Abang Johari Tun Openg mengatakan, kerajaan
telah merogoh kocek sebesar 20 juta ringgit untuk membangun kawasan Santubong
yang termasuk kawasan Tanjung Datu. Malaysia berusaha menjadikan Santubong dan
Tanjung Datu sebagai salah satu unggulan pariwisata mereka. Wilayah perbatasan
antara Indonesia dengan Malaysia di Camar Bulan dan Tanjung Datu, Kalimantan
Barat sebenarnya tak ada masalah. Selama ini kedua negara sepakat menggunakan
peta Belanda Van Doorn tahun 1906. Malayasia pun tak mempermasalahkannya
apabila mengacu kepada garis batas peta Belanda Van Doorn tahunn 1906 , peta
Sambas Borneo (N 120 E 10908/40 Greenwind) dan peta Federated Malay State
Survey tahun 1935. Masalah baru timbul dalam MoU antara team Border Comeete
Indonesia dengan pihak Malayasia. Garis batas itu dirubah dengan menempatkan
patok-patok baru yang tak sesuai dengan peta tua tersebut di atas. Dan akibat
kelalaian team ini, Indonesia akan kehilangan 1490 Ha di wilayah Camar Bulan,
dan 800 meter garis pantai di Tanjung Datu.
Menteri
Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro, telah membantah jika wilayah tersebut
telah dicaplok oleh Malaysia karena masih daerah status quo. Menurutnya
permasalahan tersebut akan dibahas dalam perundingan Indonesia- Malaysia akhir
tahun ini. Menurut Kementerian Pertahanan RI menyatakan wilayah Tanjung Datu
dan Camar Wulan merupakan salah satu Outstanding Boundary Problems (OBP) yang
masih dalam proses perundingan RI-Malaysia. Tanjung Datu sampai saat ini masih
dalam proses perundingan di JIM (The Joint Indonesia – Malaysia Boundary
Committee on The Demarcation and Survey International Boundary) antara Delegasi
Indonesia yang dipimpin Sekjen Kementerian Dalam Negeri dan Malaysia. Penduduk
yang berada di OBP Tanjung Datu tersebut adalah penduduk Desa Temajuk sebanyak
493 KK dan luas lebih kurang 4.750 Km2 (jumlah penduduk kurang lebih 1.883
jiwa) terdiri dari dua Dusun yaitu Dusun Camar Wulan dan Dusun Maludin.
Menyikapi
permasalahan tersebut, maka pemerintah perlu serius dalam melakukan pendekatan,
baik yang bersifat militer maupun non militer guna mempertahankan integritas
wilayah NKRI. Pendekatan jalur diplomasi sebagai instrumen politik luar negeri
dilakukan dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional dengan pihak negara
lain guna menyelesaikan masalah sengketa perbatasan secara tuntas. Dalam bidang
diplomasi ini tentunya harus didukung oleh kekuatan nasional yang tangguh baik
bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan militer. Selain itu, upaya
diplomasi juga perlu dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat di
wilayah perbatasan, dengan menghadirkan/memberdayakan komponen bangsa lainnya
untuk membangun wilayah perbatasan, terutama infrastruktur pendidikan,
kesehatan dan prasarana lainnya