About

Aangedryf deur Blogger.

Maandag 20 Mei 2013



Penyebab Utama Deforestasi dan Degradasi Hutan

Perencanaan Tata Ruang yang Tidak Efektif dan Tenurial yang Lemah
Minimnya data dan informasi yang akurat menyebabkan perencanaan tata ruang yang tidak efektif, berakibat pada terjadinya tumpang tindih penggunaan lahan. Dampaknya, terjadi konflik antar sektor, semisal antara sektor kehutanan dan pertambangan. Situasi tersebut semakin diperparah dengan lemahnya aturan main tenurial, sehingga mengakibatkan tidak jelasnya status dan batas kawasan hutan. Hal seperti ini dengan mudah memicu konflik penggunaan kawasan hutan.

Manajemen Hutan yang Kurang Efektif
Lemahnya manajemen hutan di Indonesia diakibatkan oleh dua faktor yaitu, (i) tidak tersedianya data dan informasi status dan batas kawasan hutan yang akurat, dan (ii) keterbatasan sumber daya manusia (kuantitas maupun kualitas).

Kelemahan Tata Kelola (Governance) di Sektor Kehutanan
Lemahnya transparansi dalam proses pemberian ijin pengelolaan hutan menyebabkan ketidakadilan dalam distribusi manfaat dan hasil hutan.  Selain itu, partisipasi masyarakat yang lemah, khususnya yang tinggal di sekitar hutan berkontribusi pada perambahan hutan, yang meningkatkan laju deforestasi dan degradasi hutan.

Dasar Hukum yang Belum Jelas dan Lengkap serta Penegakan Hukum yang Lemah
Penyeban utamanya adalah ketidakselarasan hukum antara sektor kehutanan dan sektor pengguna hutan, misalnya sektor pertanian dan pertambangan, baik yang terjadi secara vertikal (antara pusat dengan provinsi, dan kabupaten). Kelemahan penegakan hukum terjadi karena proses penegakan hukum yang tidak mampu menyentuh aktor intelektual (pelaku besar), namun hanya sebatas pelaku di lapangan.
Selain itu,  berdasarkan hasil konsultasi publik tersebut berhasil memetakan 4 faktor pendorong terjadinya deforestasi dan degradasi hutan yaitu; (i) Paradigma pembangunan yang belum patuh pada prinsip pembangunan berkelanjutan, (ii) Kurangnya kepemimpinan dalam proses pengaturan dan pengelolaan hutan, (iii) Mengejar target pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan dan kelestarian hutan, dan (iv) Adanya kesenjangan permintaan dan pasokan kayu serta sawit

Industri Ekstraktif Skala Besar
                Mebuka lahan skala besar dan tidak melihat proses serta lokasi pembukaan lahan. Contoh, membuka industry HTI di Kawasan Gambut yang Kedalaman Lebih dari 6 meter. Sehingga hutan gambut terbuka gas karbon naik ke permukaan menyebabkan emisi gas karbon.

Maandag 08 April 2013



KETERTINDASAN MASYARAKAT DESA DI SEKITAR INDUSTRI EKSTRATIF
Simpang hulu adalah sebuah kecamatan yang berada di kabupaten ketapang kalimantan barat yang mempunyai 14 desa yang tersebar di kecamatan Tersebut. Banyaknya desa yang berada di simpang hulu ini, Memiliki Sumber Daya Alam  yang sangat melimpah. kekayaan sumber daya alamnya yang terkandung di kecamatan ini berupa Bauksid, Hutan Alam yang Luas, Satwa Langka yang masih berkeliaran bebas, dan sumber-sumber penghidupan dari alam yang tak ternilai harganya. Dari beberapa desa yang ada di kecamatan simpang hulu ini, ada satu desa yang sangat kaya dengan sumber daya alamnya. Akan tetapi apa yang di rasakan masyarakatnya! Berbanding terbalik dengan sumber daya alam mereka yang kaya raya.
Desa yang saya maksud adalah desa labai hilir. desa ini merupakan desa yang berada jauh di dalam kecamatan simpang hulu. Jarak dari ibukota kecamatan sekitar 100 km, jika kita tempuh dengan kendaraan bermotor menghabiskan waktu sekitar 2-3 jam perjalanan. Labai hilir ini terletak di pinggiran sungai labai yang merupakan salah satu anak sungai Kapuas dan desa ini sangat kaya dengan kekayaan alamnya yang terkantung di dalam perut bumi maupun dari dasar bumi. Labai hilir ini berpenduduk sekitar 1.414 jiwa dan desa ini baru mengalakukan pemekaran dari desa induk yaitu desa sekucing labai pada tahun 2010 yang lalu. masyarakat desa labai hilir sejak dahulu menggantungkan hidupnya dari hasil hutan dan sungai. ini semua karena suku yang mendiami desa ini adalah suku dayak, mayoritas suku dayak, hidupnya berpindah – pidah untuk mencari tempat berlandang dan mendapatkan sumber kehidupan mereka. Dengan menggarap lahan secara bersama dengan bentuk yang berpindah-pindah. Dengan cara berpindah-pindah ini mereka bisa menjaga keseimbangan alam dengan baik dan sistem ini dilakukan secara turun temurun.
Dari segi kehidupan secara social masyarakat desa ini sangat damai dan tentram serta sejahtera. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan pasar dunia akan bahan baku industri kertas yang semakin meningkat, Indonesia menjadi salah satu Negara yang masih mempunyai sumber bahan baku yang sangat berlimpah dan slah satunya di desa labai kecamatan simpang hulu kabupaten ketapang kalimantan barat ini. Dengan demikian Negara asing berlomba-lomba untuk ber-investasi di Negara ini. investasi yang sangat gencar sejatinya semakin merambah dan menguat dengan di sahkan UU.PMA no 1 tahun 1960 oleh rezim Suharto sebagai paying hokum Para Investor Asing. Dengan lahirnya UU.PMA ini lah awal dari kehancuran serta kemusnahan alam di Indonesia dan khusunya desa labai hilir ini.
Awal dari kehancuran alam desa labai hilir ini, pada tahun 1964 yaitu diawali oleh perambahan hutan yang dilakukan oleh PT.MUNTI. PT.Munti yang bergerak disektor kehutanan ini masuk ke desa labai dengan dalil sudah mengatongi izin HPH yang di keluarkan oleh pemerintah maka PT ini mulai membuaka hutan yang ada di labai ini. Dengan cara tidak langsung Pt.Munti merubah tatanan kehidupan masyarakat secara social maupun secara produksi. Karena dengan adanya perusahan masuk di suatu kawasan/wilayah maka secara otomatis akan membawa budaya yang berbeda dan cara pandang yang berbeda. Dengan demikian akan membawa dampak yang signifikan bagi kebudayaan masayarakat lokal dengan adanya pendatang serta corak produksi yang awalnya bertani akan ikut menjadi perkerja  di perusahan.
Tapi pada masa ini tidak memberikan dampak yang begtu berat bagi masyarakat maupun pada lingkungan, Dikarenakan tidak semua masyarakat di labai  yang mengalami perpindahan corak produksinya, namun masih ada masyarakat yang tetap berladang dan bertani. Namun perunahan yang sangat-sangat terasa oleh masyarakat labai itu sendiri setelah masuknya PT. Karya Utama Tambang Jaya (KUTJ) yang bergerak di pertambangan. perubahan yang sangat besar baik dari tataran masyarakat mau pun dari tataran lingkungan itu sendiri. Ada pun perusahan tambang ini masuk di desa labai, dengan dalil untuk merubah perekonomian Masyarakat. Perusahan KUTJ ini sudah berinvestasi selama 8 tahun dan sudah mengeruk seluruh kekayaan alam labai hilir akan tetapi apa yang dirasakan oleh masyarakat labai hilir saat ini, masyarakat hanya bisa melihat kekayaan alamnya di keruk. Masyarakat yang semula menggantungkan hidup mereka dengan berkladang Saat ini juga tidak bisa menikmati hasil dari kekayaan alamnya sendiri. Sedangkan perusahan lain yang masuk pada awal tahun 2008 dan tahun 2011 yang bergerak di sektor HTI, menggunakan hampir seluruh tanah masyarakat labai Hilir. Pengalihan Kepemilikan Tanah Yang semula untuk masyarakat Malah beralih  ke perusahan. masa depan dan nasib desa labai saat ini belum jelas dengan janji –janji yang diberikan oleh PT. KUTJ, namun masyarakat sudah di hadapakan dengan masuknya Industri HTI, yang seharusnya perusahaan tersebut mampu membawa masyarakatnya kedalam kemakmuran dan kesejahteraan. tapi itu semuanya hanya omongan belaka. Dengan keadaan desa labai hilir saat ini seharusnya mereka di dalam kondisi yang makmur dan sejahtera akan tetapi sejatinya mereka hanya di jadikan sapi perahan saja dengan menjadi buruh dan menyerahkan sluruh tanah mereka ke pada perusahaan. Desa labai hilir saat ini adalah desa yang di apit dan dikepung oleh industri ekstratif skala besar yang tidak pernah memperdulikan nasib masyarakat tersebut. 

Sondag 07 April 2013

Melonjaknya Buruh Tani

Posted by Unknown On 23:27 No comments

Melonjaknya Buruh Tani 

Saat ini, 70 persen populasi Rakyat Indonesia adalah kaum tani yang bekerja di pedesaan-pedesaan di berbagai pelosok negeri. Menurut sensus pertanian yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003, sekitar 56,52 rumah tangga kaum tani Indonesia adalah rumah tangga tani gurem yang hanya mengolah tanah kurang dari 0,4 hektar untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dengan prosentase ini, berarti telah jumlah tani gurem di Indonesia mengalami peningkatan pertahun sebesar 2,6 persen pertahun dalam satu dekade sejak 1993 yang saat itu sudah mencapai 52,7 persen. sedangkan presentase Industri Ekstraktif menduduki Peringkat pertama (1) Atas Penguasaan Tanah Yang Semula Adalah Hak Milik Dari Kaum tani. Beberapa Hasil riset Membuktikan Indonesia Menduduki Tingkat Pertama (1) dengan Keterancaman Land Grabing Sehingga yang dahulunya masyarakat hidup di tanah sendiri akhirnya bergeser dan terasingkan di kampung halamnya sendiri. kaum Tani tani yang semula menggantungkan hidup mereka di atas tanah sekarang harus menggantungkan hidup mereka di Industri perkebunan sawit, HTI, Maupun Pertambangan. dahulunya tanah yang senantiasa mereka gunakan bersama namun saat ini peraturan pemerintah secara perlahan mngusir mereka dari tanah mereka sendiri dan menjadikan mereka buruh di tanah mereka sendiri.

Save Hutan Kalimantan Barat

Posted by Unknown On 20:46 No comments


Kalimantan Barat merupakan salah satu Propinsi yang berada di Pulau Kalimantan. Luas Wilayah Propinsi Kalimantan Barat 146.807 km² atau 1,13 kali luas pulau Jawa. Daerah Kalimantan Barat dilalui oleh garis Khatulistiwa (garis lintang 0o) tepatnya di Kota Pontianak. Karena pengaruh letak geografis demikian maka Propinsi Kalimantan Barat memiliki musim tropik dengan suhu udara cukup tinggi serta diiringi kelembaban yang tinggi. Hal ini membuat kalbar memiliki potansi pertanian yang sangat luar biasa. Jumlah penduduk Kalimantan Barat tahun 2010 kurang lebih 4.395.000 juta jiwa. Dari total populasi tersebut jika dilihat berdasarkan suku bangsa, maka mayoritas dari penduduk Kalimantan Barat adalah suku Dayak 37%,  Melayu 37%, Cina 23%, jawa 10%, dan 5% adalah suku bangsa yang lainnya, seperti bugis, Madura, toraja dsb. Dilihat dari serapan tenaga kerja, mayoritas penduduk Kalimantan barat atau sebesar 80 % adalah kaum tani.

-  Kondisi singkat Kaum Tani di Kal-Bar.
Pertanian terbelakang di Indonesia didominasi oleh perkebunan besar milik perorangan keluarga tuan tanah besar dan perkebunan besar milik negara yang kedua-duanya berhubungan langsung. Saat ini perkebunan besar ini terdiri dari perkebunan besar sawit, perkebunan besar kayu, perkebunan besar tebu atau pangan lainnya, yang keseluruhanya berorientasi ekspor dan mengabdi pada kepentingan industri imperialis. Mayoritas kaum tani pedesaan hidup dengan hanya mengandalkan tanah dan kapital yang sangat terbatas, sebagian dari mereka bahkan tidak bertanah, akan tetapi menampung dan menghidupi bagian terbesar dari angkatan kerja di pedesaan. Karena itu, tanah masih menjadi masalah utama kaum tani Indonesia, khususnya di Kalimantan Barat. Kaum Tani adalah mereka yang hidup dan bekerja diatas tanah dan menjadikan tanah sebagai sasaran kerja utamanya. Selebihnya adalah nelayan, buruh serta pedagang kecil di perkotaan. Kalimantan Barat dikategorikan sebagai wilayah agraris jika melihat mayoritas penduduknya, sebab mereka mengolah alam dan tanah untuk mempertahankan hidupnya.
Kekayaan bumi Kalimantan Barat yang paling utama adalah luasnya tanah, hal ini bisa dilihat dari kepadatan penduduknya 28/Km/Orang serta areal untuk pemukiman hanya berkisar  0,83 %. Jenis tanahnya sangat baik sekali untuk usaha pertanian, perkebunan dan lainnya. Kawasan Hutan Kalimantan merupakan nyawa kehidupan bagi penduduk Kalimantan. Setidaknya 9.178.760 ha atau 57,68 % dari seluruh luasan Kalimantan Barat adalah kawasan hutan. Disamping itu bumi Kalimantan Barat mengandung kekayaan alam yang luar biasa khusunya tambang mineral, batu bara, minyak serta gas. Inilah yang menjadi daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya di Kalbar, baik itu perkebunan sawit, HTI, HPH serta pertambangan. Melihat keadaan ini masyarakat wajib di sejahterakan dengan membuat sebuah desain pengolahan hutan yang dapat dikelola oleh msyarakat itu sendiri, dengan lestari. Masyarakat diareal HOB tidak dapat mengelola tanah mereka di karenakan industri ekstraktif mulai merambah di wilayah mereka. Oleh sebab itu perlunya pendidikan pengelolaan dengan lestari dan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.

Sengketa Daerah Perbatasan Indonesia dan Malaysia

Indonesia sebagai bangsa yang besar dan mempunyai wilayah yang luas baik daratan maupun lautan memiliki tantangan tersendiri untuk menjaga keutuhan dan persatuan serta kesatuan wilayahnya , apalagi posisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan memiliki karakteristik perbatasan yang rawan sengketa mengenai daerah perbatasan dengan negara tetangga yang dapat mengancam keutuhan bangsa dan negara indonesia. Salah satu persoalan yang dihadapi akhir-akhir ini yaitu sengketa daerah perbatasan antar dua negara serumpun, Indonesia dan Malaysia . Indonesia, sebagai negara ASEAN yang memiliki wilayah paling luas tidak berambisi teritorial untuk mencaplok wilayah negara lain. Hal tersebut sangat berbeda dengan negara tetangga Malaysia yang tidak pernah berhenti untuk memperluas wilayahnya dengan mengakui sisi pulau-pulau dalam sengketa dan memindah-mindahkan patok perbatasan darat seperti yang dilakukan oleh Malaysia terhadap Indonesia di mana titik-titik perbatasan darat Indonesia – Malaysia di Pulau Kalimantan selalu digeser oleh Malaysia.
Akibat dari aktivitas ilegal Malaysia itu wilayah Indonesia semakin sempit sementara wilayah Malaysia semakin luas. Perkembangan terakhir dalam konsep strategi maritim Malaysia (dengan membangun setidaknya tiga pangkalan laut besar di Teluk Sepanggar, Sandakan dan Tawau) menunjukkan bahwa mereka semakin serius “mengarah ke timur” alias ke perairan antara Kalimantan dan Sulawesi. Sengketa lokasi perbatasan antara Indonesia dan Malaysia sudah berlangsung lama,di Kalimantan saja setidaknya terdapat sepuluh lokasi perbatasan seluas 4.800 hektar yang diklaim secara sepihak oleh Malaysia.
Di Kalimantan, sebagian lokasi perbatasan yang masih menjadi sengketa terdapat di Kalimantan Barat, seperti di Tanjung Datu, Gunung Raya, Sungai Buah, dan Batu Aum. Sebagian lainnya terdapat di Kalimantan Timur, seperti Sungai Simantipal. Sungai Sinapad, dan Pulau Sebatik. Permasalahan Perbatasan di Kalimantan Timur Selama beberapa puluh tahun ke belakang masalah perbatasan memang masih belum mendapat perhatian yang cukup serius dari pemerintah. Hal ini tercermin dari kebijakan pembangunan yang kurang memperhatikan kawasan perbatasan dan lebih mengarah kepada wilayah-wilayah yang padat penduduk, aksesnya mudah, dan potensial, sedangkan kebijakan pembangunan bagi daerah-daerah terpencil, terisolir dan tertinggal seperti kawasan perbatasan masih belum diprioritaskan. Dengan adanya usaha dan kebijakan pemerintah dalam percepatan pembangunan perbatasan maka pembangunan daerah perbatasan selama ini merupakan salah satu kawasan yang perlu mendapatkan perhatian dan penanganan secara khusus dalam berbagai bidang pembangunan di Indonesia khususnya daerah perbatasan yang berada di Kalimantan timur. Wilayah perbatasan Kalimantan Timur memiliki arti yang sangat penting baik secara ekonomi, geo-politik, dan pertahanan keamanan karena berbatasan langsung dengan wilayah negara tetangga (Sabah) Malaysia yang memiliki tingkat perekonomian relatif lebih baik. Potensi sumber daya alam yang dimiliki di wilayah ini cukup melimpah, namun hingga saat ini relatif belum dimanfaatkan secara optimal. Di sisi lain, terdapat berbagai persoalan yang mendesak untuk ditangani karena besarnya dampak dan kerugian yang dapat ditimbulkan. Ketertinggalan secara ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat perbatasan Kalimantan Timur juga dipicu oleh minimnya infrastruktur dan aksesibilitas yang tidak memadai, seperti jaringan jalan dan angkutan perhubungan darat maupun sungai masih sangat terbatas, prasarana dan sarana komunikasi seperti pemancar atau transmisi radio dan televisi serta sarana telepon relatif minim, ketersediaan sarana dasar sosial dan ekonomi seperti pusat kesehatan masyarakat, sekolah, dan pasar juga sangat terbatas. Kondisi keterbatasan tersebut akan semakin nyata dirasakan oleh masyarakat perbatasan ketika mereka membandingkan dengan kondisi pembangunan di negara tetangga Malaysia.
Kalimantan Timur merupakan salah satu kawasan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia. Dimana dari 14 Kabupaten/Kota yang berada di Kalimantan Timur terdapat tiga kabupaten yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia yaitu: Kabupaten Nunukan dengan 6 Kecamatan (Kecamatan Krayan, Kecamatan Krayan Selatan, Kecamatan Lumbis, Kecamatan Sebuku, Kecamatan Nunukan dan Kecamatan Sebatik), Kabupaten Kutai Barat dengan 2 Kecamatan (Kecamatan Long Apari dan Kecamatan Long Pahangai) sedangkan untuk Kabupaten Malinau dengan 5 Kecamatan yaitu kecamatan Kayan Hulu, Kecamatan Kayan hilir, Kecamatan kayan Selatan, Kecamatan Pujungan dan Kecamatan Bahau Ulu. Disparitas pembangunan khususnya di daerah perbatasan dan non-perbatasan yang masih terjadi memang merupakan akumulasi dari berbagai masalah yang sangat kompleks antara lain meliputi:
- Model paradigma pembangunan di masa pemerintahan Orde Baru yang memang sangat kurang memperhatikan pembangunan daerah, khususnya pembangunan daerah-daerah perbatasan.
- Letak geografis yang tidak menguntungkan dan jauh dari pemukiman perkotaan.
- Kurangnya sarana dan prasarana trasnportasi serta komunikasi sehinggga mengakibatkan kecamatan tersebut terisolir, terpencil, dan terbelakang dari orbit kegiatan sosial dan ekonomi.
- Lemahnya SDM yang diakibatkan karena minimnya pendidikan yang diperoleh  masyarakat serta kurangnya transportasi dan komunikasi.
- Karena sulitnya transportasi mengakibatkan kebutuhan pokok masyarakat harganya menjadi mahal, di lain pihak hasil-hasil produksi masyarakat di bidang pertanian tidak dapat dipasarkan ke kota.
Kondisi daerah perbatasan seperti yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa letak geografis daerah perbatasan sangatlah tidak menguntungkan. Hal ini mengakibatkan kehidupan masyarakat setempat serta pembangunan wilayah perbatasan masih sangat terbatas dan relatif tertinggal jauh apabila dibandingkan dengan daerah-daerah yang terletak dekat dengan pusat pemerintahan. Hal ini mengisyaratkan bahwa diperlukannya peningkatan keserasian pembangunan daerah perbatasan dengan daerah lain. Ketahanan nasional di daerah perbatasan memiliki peran penting dan juga rentan terhadap masuknya berbagai pengaruh negatif baik dari segi politik, sosial, ekonomi, budaya, dan ideologi serta menjadi “tameng” bagi pertahanan dan keamanan negara. Upaya pembangunan yang saat ini sedang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia, menghadapi problematika pembangunan yang cukup berat dan kompleks, seperti:
a. Kesenjangan dalam perkembangan sosial ekonomi yang mencolok antar wilayah desa, antar desa dan kota, dan antar sektor ekonomi.
b. Kurangnya peranan dan keterkaitan sektor modern terhadap sektor tradisional.
c. Terbatasnya sumber daya manusia baik secara kualitas maupun kuantitas.
d. Masih rendahnya tingkat aksesibilitas wilayah dan kurangnya kemudahan terhadap fasilitas berusaha sehingga menjadi kendala untuk menarik investasi.
e. Terbatasnya infrastruktur berupa sarana dan prasarana transportasi.
f. Keadaan topografi yang berat, sebagian besar bergunung-gunung, sehingga sulit dijangkau oleh program pembangunan.
Pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten dan Provinsi Kalimantan Timur khususnya dalam upaya membuka keterisoliran desa-desa yang berada di perbatasan, merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat oleh karena itu maka pembangunan sarana transportasi merupakan prioritas utama yang diarahkan pada peningkatan peranannya sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik, dan pertahanan keamanan serta memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dengan meningkatkan sarana dan prasarana transportasi agar tercipta keterpaduan bangsa antar sektor dan wilayah guna memantapkan sistem transportasi nasional terpadu, tertib, lancar, aman, nyaman, cepat, terjangkau oleh masyarakat serta efektif, efisien dalam mendukung pola produksi dan distribusi nasional, pengembangan wilayah khususnya Kawasan Timur Indonesia serta sektor-sektor perekonomian lainnya dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dengan mendorong peran aktif masyarakat.
Dengan melihat kenyataan ini maka pembangunan transportasi pada daerah perbatasan perlu mendapatkan perhatian dan menjadi prioritas utama dari pemerintah khususnya untuk memecahkan permasalahan “keterbelakangan, ketertinggalan, dan keterisoliran” agar dapat menunjang distribusi hasil produksi daerah perbatasan ke daerah lainnya.
Permasalahan besar yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan khususnya di tiga Kabupaten yang ada di kalimantan Timur dan terletak di perbatasan tersebut, antara lain disebabkan oleh letak geografis yang sebagian besar dimiliki oleh kabupaten sebagai daerah perbatasan sangat terpencil sehingga pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang dapat dilakukan masih sangat minim. Dimana hampir seluruh kawasan kecamatan/desa yang ada di perbatasan hanya dapat dijangkau dengan menggunakan pesawat udara. Hal ini disadari bahwa dalam proses pembangunan, dalam konteks pencapaian keberhasilan, merupakan suatu tujuan yang terus-menerus diupayakan mengingat hakekat pembangunan adalah melakukan perubahan dari kondisi yang kurang baik menuju kepada kondisi yang lebih baik lagi.
Sengketa Daerah Perbatasan Indonesia dan Malaysia (Camar Bulan dan Tanjung Datu)
Dua wilayah Indonesia, yakni Camar Bulan seluas 1.449 ha dan Tanjung Datu seluas 8.000 m3 di Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), diberitakan diklaim Malaysia sebagai wilayah negeri itu.
Wilayah Tanjung Datu, salah satu wilayah yang masih bersengketa tapal batas dengan Indonesia-Malaysia rupanya tempat pariwisata yang menarik. Menteri Pelancongan dan Warisan Negeri, Datuk Seri Abang Johari Tun Openg mengatakan, kerajaan telah merogoh kocek sebesar 20 juta ringgit untuk membangun kawasan Santubong yang termasuk kawasan Tanjung Datu. Malaysia berusaha menjadikan Santubong dan Tanjung Datu sebagai salah satu unggulan pariwisata mereka. Wilayah perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia di Camar Bulan dan Tanjung Datu, Kalimantan Barat sebenarnya tak ada masalah. Selama ini kedua negara sepakat menggunakan peta Belanda Van Doorn tahun 1906. Malayasia pun tak mempermasalahkannya apabila mengacu kepada garis batas peta Belanda Van Doorn tahunn 1906 , peta Sambas Borneo (N 120 E 10908/40 Greenwind) dan peta Federated Malay State Survey tahun 1935. Masalah baru timbul dalam MoU antara team Border Comeete Indonesia dengan pihak Malayasia. Garis batas itu dirubah dengan menempatkan patok-patok baru yang tak sesuai dengan peta tua tersebut di atas. Dan akibat kelalaian team ini, Indonesia akan kehilangan 1490 Ha di wilayah Camar Bulan, dan 800 meter garis pantai di Tanjung Datu.
Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro, telah membantah jika ‎wilayah tersebut telah dicaplok oleh Malaysia karena masih daerah status quo. Menurutnya permasalahan tersebut akan dibahas dalam perundingan Indonesia- Malaysia akhir tahun ini. Menurut Kementerian Pertahanan RI menyatakan wilayah Tanjung Datu dan Camar Wulan merupakan salah satu Outstanding Boundary Problems (OBP) yang masih dalam proses perundingan RI-Malaysia. Tanjung Datu sampai saat ini masih dalam proses perundingan di JIM (The Joint Indonesia – Malaysia Boundary Committee on The Demarcation and Survey International Boundary) antara Delegasi Indonesia yang dipimpin Sekjen Kementerian Dalam Negeri dan Malaysia. Penduduk yang berada di OBP Tanjung Datu tersebut adalah penduduk Desa Temajuk sebanyak 493 KK dan luas lebih kurang 4.750 Km2 (jumlah penduduk kurang lebih 1.883 jiwa) terdiri dari dua Dusun yaitu Dusun Camar Wulan dan Dusun Maludin.
Menyikapi permasalahan tersebut, maka pemerintah perlu serius dalam melakukan pendekatan, baik yang bersifat militer maupun non militer guna mempertahankan integritas wilayah NKRI. Pendekatan jalur diplomasi sebagai instrumen politik luar negeri dilakukan dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional dengan pihak negara lain guna menyelesaikan masalah sengketa perbatasan secara tuntas. Dalam bidang diplomasi ini tentunya harus didukung oleh kekuatan nasional yang tangguh baik bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan militer. Selain itu, upaya diplomasi juga perlu dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan, dengan menghadirkan/memberdayakan komponen bangsa lainnya untuk membangun wilayah perbatasan, terutama infrastruktur pendidikan, kesehatan dan prasarana lainnya

Site search

    Blogger news

    Blogroll

    About